Hutan
Hutan adalah sebuah kawasan yang
ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan
semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi
sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan,
modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu
aspek biosfer Bumi yang paling penting.
Hutan adalah bentuk kehidupan
yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah
tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan,
di pulau kecil maupun di benua besar.
Hutan merupakan suatu kumpulan
tumbuhan dan juga tanaman, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang
menempati daerah yang cukup luas.
Pohon sendiri adalah tumbuhan
cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan
sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda
karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang
dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas.
Suatu kumpulan pepohonan dianggap
hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat,
yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada di hutan hujan
tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembap, yang
berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan.
Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya),
serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak
terpisahkan dari hutan.
Hutan sebagai suatu ekosistem
tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi
non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat melalui budidaya tanaman
pertanian pada lahan hutan. Sebagai fungsi ekosistem hutan sangat berperan
dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup
berjuta flora dan fauna, dan peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah
timbulnya pemanasan global. Sebagai fungsi penyedia air bagi kehidupan hutan
merupakan salah satu kawasan yang sangat penting, hal ini dikarenakan hutan
adalah tempat bertumbuhnya berjuta tanaman
Bagian-bagian hutan
Bayangkan mengiris sebuah hutan
secara melintang. Hutan seakan-akan terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian di
atas tanah, bagian di permukaan tanah, dan bagian di bawah tanah.
Jika kita menelusuri bagian di
atas tanah hutan, maka akan terlihat tajuk (mahkota) pepohonan, batang
kekayuan, dan tumbuhan bawah seperti perdu dan semak belukar. Di hutan alam,
tajuk pepohonan biasanya tampak berlapis karena ada berbagai jenis pohon yang
mulai tumbuh pada saat yang berlainan.
Di bagian permukaan tanah,
tampaklah berbagai macam semak belukar, rerumputan, dan serasah. Serasah
disebut pula 'lantai hutan', meskipun lebih mirip dengan permadani. Serasah
adalah guguran segala batang, cabang, daun, ranting, bunga, dan buah. Serasah
memiliki peran penting karena merupakan sumber humus, yaitu lapisan tanah
teratas yang subur. Serasah juga menjadi rumah dari serangga dan berbagai mikro
organisme lain. Uniknya, para penghuni justru memakan serasah, rumah mereka
itu; menghan Semua tumbuhan dan satwa di dunia, begitupun manusia, harus
menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat mereka berada. Jika suatu jenis
tumbuhan atau satwa mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik di daerah
tertentu, maka mereka akan dapat berkembang di daerah tersebut. Jika tidak,
mereka justru tersingkir dari tempat ini. Contohnya, kita menemukan pohon bakau
di daerah genangan dangkal air laut karena spesies pohon ini tahan dengan air
asin dan memiliki akar napas yang sesuai dengan sifat tanah dan iklim panas
pantai.
Sebaliknya, cara berbagai
tumbuhan dan satwa bertahan hidup akan memengaruhi lingkungan fisik mereka,
terutama tanah, walaupun secara terbatas. Tumbuhan dan satwa yang berbagi
tempat hidup yang sama justru lebih banyak saling memengaruhi di antara mereka.
Agar mampu bertahan hidup di lingkungan tertentu, berbagai tumbuhan dan hewan
memang harus memilih antara bersaing dan bersekutu. Burung kuntul, misalnya,
menghinggapi punggung banteng liar untuk mendapatkan kutu sebagai makanannya.
Sebaliknya, banteng liar terbantu karena badannya terbebas dari sumber
penyakit.
Jadi, hutan merupakan bentuk
kehidupan yang berkembang dengan sangat khas, rumit, dan dinamik. Pada
akhirnya, cara semua penyusun hutan saling menyesuaikan diri akan menghasilkan
suatu bentuk klimaks, yaitu suatu bentuk masyarakat tumbuhan dan satwa yang
paling cocok dengan keadaan lingkungan yang tersedia. Akibatnya, kita melihat hutan
dalam beragam wujud klimaks, misalnya: hutan sabana, hutan meranggas, hutan
hujan tropis, dan lain-lain.
Macam-macam Hutan
Rimbawan berusaha
menggolong-golongkan hutan sesuai dengan ketampakan khas masing-masing.
Tujuannya untuk memudahkan manusia dalam mengenali sifat khas hutan. Dengan
mengenali betul-betul sifat sebuah hutan, kita akan memperlakukan hutan secara
lebih tepat sehingga hutan dapat lestari, bahkan terus berkembang.
Ada berbagai jenis hutan.
Pembedaan jenis-jenis hutan ini pun bermacam-macam pula. Misalnya:
Menurut asal
Kita mengenal hutan yang berasal
dari biji, tunas, serta campuran antara biji dan
tunas.
- Hutan yang berasal dari biji disebut juga ‘hutan tinggi’ karena pepohonan yang tumbuh dari biji cenderung menjadi lebih tinggi dan dapat mencapai umur lebih lanjut.
- Hutan yang berasal dari tunas disebut ‘hutan rendah’ dengan alasan sebaliknya.
- Hutan campuran, oleh karenanya, disebut ‘hutan sedang’.
Penggolongan lain menurut asal adalah
- Hutan perawan (primer) merupakan hutan yang masih asli dan belum pernah dibuka oleh manusia.
- Hutan sekunder adalah hutan yang tumbuh kembali secara alami setelah ditebang atau kerusakan yang cukup luas. Akibatnya, pepohonan di hutan sekunder sering terlihat lebih pendek dan kecil. Namun jika dibiarkan tanpa gangguan untuk waktu yang panjang, kita akan sulit membedakan hutan sekunder dari hutan primer. Di bawah kondisi yang sesuai, hutan sekunder akan dapat pulih menjadi hutan primer setelah berusia ratusan tahun.
Menurut
cara permudaan (tumbuh kembali)
Hutan dapat dibedakan sebagai
hutan dengan permudaan alami, permudaan buatan, dan permudaan campuran. Hutan
dengan permudaan alami berarti bunga pohon diserbuk dan biji pohon tersebar
bukan oleh manusia, melainkan oleh angin, air, atau hewan. Hutan dengan
permudaan buatan berarti manusia sengaja menyerbukkan bunga serta menyebar biji
untuk menumbuhkan kembali hutan. Hutan dengan permudaan campuran berarti
campuran kedua jenis sebelumnya.
Di daerah beriklim sedang,
perbungaan terjadi dalam waktu singkat, sering tidak berlangsung setiap tahun,
dan penyerbukannya lebih banyak melalui angin. Di daerah tropis, perbungaan
terjadi hampir sepanjang tahun dan hampir setiap tahun. Sebagai pengecualian,
perbungaan pohon-pohon dipterocarp (meranti) di Kalimantan dan Sumatera terjadi
secara berkala. Pada tahun tertentu, hutan meranti berbunga secara berbarengan,
tetapi pada tahun-tahun berikutnya meranti sama sekali tidak berbunga. Musim
bunga hutan meranti merupakan kesempatan emas untuk melihat biji-biji meranti
yang memiliki sepasang sayap melayang-layang terbawa angin.
Menurut susunan jenis
Berdasarkan susunan jenisnya,
kita mengenal hutan sejenis dan hutan campuran. Hutan sejenis, atau hutan
murni, memiliki pepohonan yang sebagian besar berasal dari satu jenis, walaupun
ini tidak berarti hanya ada satu jenis itu. Hutan sejenis dapat tumbuh secara
alami baik karena sifat iklim dan tanah yang sulit maupun karena jenis pohon
tertentu lebih agresif. Misalnya, hutan tusam (pinus) di Aceh dan Kerinci
terbentuk karena kebakaran hutan yang luas pernah terjadi dan hanya tusam jenis
pohon yang bertahan hidup. Hutan sejenis dapat juga merupakan hutan buatan,
yaitu hanya satu atau sedikit jenis pohon utama yang sengaja ditanam seperti
itu oleh manusia, seperti dilakukan di lahan-lahan HTI (hutan tanaman
industri).
Penggolongan lain berdasarkan
pada susunan jenis adalah hutan daun jarum (konifer) dan hutan daun lebar.
Hutan daun jarum (seperti hutan cemara) umumnya terdapat di daerah beriklim
dingin, sedangkan hutan daun lebar (seperti hutan meranti) biasa ditemui di
daerah tropis.
Menurut umur
Kita dapat membedakan hutan sebagai hutan seumur (kira-kira berumur sama) dan hutan tidak seumur. Hutan alam atau hutan permudaan alam biasanya merupakan hutan tidak seumur. Hutan tanaman boleh jadi hutan seumur atau hutan tidak seumur.| width="50%" align="left" valign="top" |
Berdasarkan letak geografisnya:
·
hutan tropika, yakni hutan-hutan di daerah khatulistiwa
Berdasarkan sifat-sifat musimannya:
·
hutan hujan (rainforest), dengan banyak
musim hujan.
·
hutan
selalu hijau (evergreen forest)
·
hutan
musim atau hutan gugur daun (deciduous forest)
·
hutan sabana (savannah forest), di
tempat-tempat yang musim kemaraunya panjang. Dll.
Berdasarkan ketinggian tempatnya:
- hutan pantai (beach forest)
- hutan dataran rendah (lowland forest)
- hutan pegunungan bawah (sub-mountain forest)
- hutan pegunungan atas (mountain forest)
- hutan kabut (mist forest)
- hutan elfin (alpine forest)
Berdasarkan keadaan tanahnya:
- hutan rawa air-tawar atau hutan rawa (freshwater swamp-forest)
- hutan rawa gambut (peat swamp-forest)
- hutan rawa bakau, atau hutan bakau (mangrove forest)
- hutan kerangas (heath forest)
- hutan tanah kapur (limestone forest), dan lainnya
Berdasarkan jenis pohon yang dominan:
- hutan jati (teak forest), misalnya di Jawa Timur.
- hutan pinus (pine forest), di Aceh.
- hutan dipterokarpa (dipterocarp forest), di Sumatra dan Kalimantan.
- hutan ekaliptus (eucalyptus forest) di Nusa Tenggara. Dll.
Berdasarkan sifat-sifat pembuatannya:
- hutan alam (natural forest)
- hutan buatan (man-made forest), misalnya:
·
hutan rakyat (community forest)
·
hutan kota (urban
forest)
·
hutan tanaman
industri (timber estates atau timber plantation) Dll.
Berdasarkan tujuan pengelolaannya:
·
hutan produksi, yang dikelola untuk menghasilkan
kayu ataupun hasil hutan bukan kayu (non-timber forest product)
·
hutan lindung, dikelola untuk melindungi tanah
dan tata air
·
Taman Nasional
·
hutan suaka alam, dikelola untuk melindungi
kekayaan keanekaragaman hayati atau keindahan alam
·
Cagar alam
·
Suaka alam
·
hutan konversi, yakni hutan yang dicadangkan
untuk penggunaan lain, dapat dikonversi untuk pengelolaan non-kehutanan.
Dalam kenyataannya, seringkali beberapa
faktor pembeda itu bergabung, dan membangun sifat-sifat hutan yang khas. Misalnya,
hutan hujan tropika
dataran rendah (lowland tropical
rainforest), atau hutan dipterokarpa perbukitan (hilly dipterocarp
forest). Hutan-hutan rakyat, kerap dibangun dalam bentuk campuran antara
tanaman-tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian jangka pendek, sehingga
disebut dengan istilah wanatani atau agroforest.
Jenis-jenis hutan di Indonesia
Berdasarkan biogeografi
Kepulauan Nusantara adalah relief alam yang terbentuk
dari proses pertemuan antara tiga lempeng bumi. Hingga hari ini pun, ketiga lempeng
bumi itu masih terus saling mendekati. Akibatnya, antara lain, gempa bumi sering terjadi di negeri
kepulauan ini.
Sejarah pembentukan Kepulauan Nusantara
di sabuk khatulistiwa itu menghasilkan tiga kawasan biogeografi utama, yaitu:
Paparan Sunda, Wallacea, dan Paparan Sahul. Masing-masing kawasan biogeografi
adalah cerminan dari sebaran bentuk kehidupan berdasarkan perbedaan permukaan
fisik buminya.
- Kawasan Paparan Sunda (di bagian barat)
Paparan Sunda adalah lempeng bumi yang
bergerak dari Kawasan Oriental (Benua Asia) dan berada di sisi barat
Garis Wallace. Garis Wallace merupakan
suatu garis khayal pembatas antara dunia flora
fauna di Paparan Sunda dan di bagian lebih
timur Indonesia. Garis ini bergerak dari utara ke selatan, antara Kalimantan dan Sulawesi, serta antara Bali
dan Lombok. Garis ini mengikuti nama biolog
Alfred Russel Wallace yang, pada 1858, memperlihatkan bahwa
persebaran flora fauna di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali lebih mirip
dengan yang ada di daratan Benua Asia.
- Kawasan Paparan Sahul (di bagian timur)
Paparan Sahul adalah lempeng bumi yang
bergerak dari Kawasan Australesia (Benua Australia) dan berada di sisi timur
Garis Weber. Garis Weber adalah sebuah garis khayal pembatas antara dunia flora
fauna di Paparan Sahul dan di bagian lebih barat Indonesia. Garis ini membujur dari utara ke
selatan antara Kepulauan Maluku dan Papua serta antara Nusa Tenggara Timur
dan Australia. Garis ini mengikuti nama biolog Max Weber yang, sekitar 1902,
memperlihatkan bahwa persebaran flora fauna di kawasan ini lebih serupa dengan
yang ada di Benua Australia.
- Kawasan Wallace / Laut Dalam (di bagian tengah)
Lempeng bumi pinggiran Asia Timur ini
bergerak di sela Garis Wallace dan Garis Weber. Kawasan ini mencakup Sulawesi,
Kepulauan Sunda Kecil (Nusa Tenggara), dan Kepulauan Maluku. Flora fauna di
kawasan ini banyak merupakan jenis-jenis endemik (hanya ditemukan di tempat bersangkutan,
tidak ditemukan di bagian lain manapun di dunia). Namun, kawasan ini juga
memiliki unsur-unsur baik dari Kawasan Oriental maupun dari Kawasan
Australesia. Wallace berpendapat bahwa laut tertutup es pada Zaman Es sehingga tumbuhan dan satwa di
Asia dan Australia dapat menyeberang dan berkumpul di Nusantara. Walaupun jenis
flora fauna Asia tetap lebih banyak terdapat di bagian barat dan jenis flora
fauna Australia di bagian timur, hal ini dikarenakan Kawasan Wallace dulu
merupakan palung
laut yang sangat dalam sehingga fauna sukar untuk melintasinya dan
flora berhenti menyebar.
Berdasarkan biogeografi
Kepulauan Nusantara adalah
relief alam yang terbentuk dari proses pertemuan antara tiga lempeng bumi.
Hingga hari ini pun, ketiga lempeng bumi itu masih terus saling mendekati.
Akibatnya, antara lain, gempa bumi sering
terjadi di negeri kepulauan ini.
Sejarah pembentukan Kepulauan Nusantara di sabuk
khatulistiwa itu menghasilkan tiga kawasan biogeografi utama, yaitu: Paparan
Sunda, Wallacea, dan Paparan Sahul. Masing-masing kawasan biogeografi adalah
cerminan dari sebaran bentuk kehidupan berdasarkan perbedaan permukaan fisik
buminya.
- Kawasan Paparan Sunda (di bagian barat)
Paparan Sunda adalah lempeng bumi yang bergerak dari
Kawasan Oriental (Benua Asia) dan berada di sisi barat
Garis Wallace. Garis Wallace merupakan
suatu garis khayal pembatas antara dunia flora
fauna di Paparan Sunda dan di bagian lebih
timur Indonesia. Garis ini bergerak dari utara ke selatan, antara Kalimantan dan Sulawesi, serta antara Bali
dan Lombok. Garis ini mengikuti nama biolog
Alfred Russel Wallace yang, pada 1858, memperlihatkan bahwa
persebaran flora fauna di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali lebih mirip
dengan yang ada di daratan Benua Asia.
- Kawasan Paparan Sahul (di bagian timur)
Paparan Sahul adalah lempeng bumi yang bergerak dari
Kawasan Australesia (Benua Australia)
dan berada di sisi timur Garis Weber. Garis Weber adalah sebuah garis khayal
pembatas antara dunia flora fauna di Paparan Sahul dan di bagian lebih barat Indonesia. Garis ini membujur dari utara ke
selatan antara Kepulauan Maluku dan Papua serta antara Nusa Tenggara Timur
dan Australia. Garis ini mengikuti nama biolog Max Weber yang, sekitar 1902,
memperlihatkan bahwa persebaran flora fauna di kawasan ini lebih serupa dengan
yang ada di Benua Australia.
- Kawasan Wallace / Laut Dalam (di bagian tengah)
Lempeng bumi pinggiran Asia Timur ini bergerak di sela
Garis Wallace dan Garis Weber. Kawasan ini mencakup Sulawesi, Kepulauan Sunda
Kecil (Nusa Tenggara), dan Kepulauan Maluku. Flora fauna di kawasan ini banyak
merupakan jenis-jenis endemik (hanya ditemukan di tempat bersangkutan, tidak
ditemukan di bagian lain manapun di dunia). Namun, kawasan ini juga memiliki
unsur-unsur baik dari Kawasan Oriental maupun dari Kawasan Australesia. Wallace
berpendapat bahwa laut tertutup es pada Zaman Es sehingga tumbuhan dan satwa di
Asia dan Australia dapat menyeberang dan berkumpul di Nusantara. Walaupun jenis
flora fauna Asia tetap lebih banyak terdapat di bagian barat dan jenis flora fauna
Australia di bagian timur, hal ini dikarenakan Kawasan Wallace dulu merupakan palung
laut yang sangat dalam sehingga fauna sukar untuk melintasinya dan
flora berhenti menyebar.
Berdasarkan iklimDari letak garis lintangnya, Indonesia memang termasuk daerah beriklim tropis. Namun, posisinya di antara dua benua dan di antara dua samudera membuat iklim kepulauan ini lebih beragam. Berdasarkan perbandingan jumlah bulan kering terhadap jumlah bulan basah per tahun, Indonesia mencakup tiga daerah iklim, yaitu:
·
Daerah tipe iklim A (sangat basah) yang
puncak musim hujannya jatuh antara Oktober
dan Januari,
kadang hingga Februari.
Daerah ini mencakup Pulau Sumatera; Kalimantan; bagian barat dan tengah Pulau
Jawa; sisi barat Pulau Sulawesi.
·
Daerah tipe iklim B (basah) yang puncak
musim hujannya jatuh antara Mei dan Juli, serta Agustus atau September sebagai
bulan terkering. Daerah ini mencakup bagian timur Pulau Sulawesi; Maluku;
sebagian besar Papua.
·
Daerah tipe iklim C (agak kering) yang
lebih sedikit jumlah curah hujannya, sedangkan bulan terkeringnya lebih
panjang. Daerah ini mencakup Jawa Timur; sebagian Pulau
Madura; Pulau Bali; Nusa Tenggara; bagian paling ujung selatan
Papua.
Berdasarkan perbedaan iklim ini, Indonesia memiliki hutan gambut, hutan
hujan tropis, dan hutan muson.Hutan gambut ada di daerah tipe iklim A atau B, yaitu di pantai timur Sumatera, sepanjang pantai dan sungai besar Kalimantan, dan sebagian besar pantai selatan Papua.
Hutan hujan tropis menempati daerah tipe iklim A dan B. Jenis hutan ini menutupi sebagian besar Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara, dan Papua. Di bagian barat Indonesia, lapisan tajuk tertinggi hutan dipenuhi famili Dipterocarpaceae (terutama genus Shorea, Dipterocarpus, Dryobalanops, dan Hopea). Lapisan tajuk di bawahnya ditempati oleh famili Lauraceae, Myristicaceae, Myrtaceae, dan Guttiferaceae. Di bagian timur, genus utamanya adalah Pometia, Instia, Palaquium, Parinari, Agathis, dan Kalappia.
Hutan muson tumbuh di daerah tipe iklim C atau D, yaitu di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, sebagian NTT, bagian tenggara Maluku, dan sebagian pantai selatan Irian Jaya. Spesies pohon di hutan ini seperti jati (Tectona grandis), walikukun (Actinophora fragrans), ekaliptus (Eucalyptus alba), cendana (Santalum album), dan kayuputih (Melaleuca leucadendron).
Berdasarkan sifat tanahnya
Berdasarkan sifat tanah, jenis hutan di Indonesia mencakup hutan pantai, hutan mangrove, dan hutan rawa.
·
Hutan pantai terdapat sepanjang pantai
yang kering, berpasir, dan tidak landai, seperti di pantai selatan Jawa.
Spesies pohonnya seperti ketapang (Terminalia catappa), waru (Hibiscus
tiliaceus), cemara laut (Casuarina equisetifolia), dan pandan (Pandanus
tectorius).
·
Hutan mangrove Indonesia mencapai 776.000
ha dan tersebar di sepanjang pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera,
sepanjang pantai Kalimantan, dan pantai selatan Papua. Jenis-jenis pohon
utamanya berasal dari genus Avicennia, Sonneratia, dan Rhizopheria.
·
Hutan rawa terdapat di hampir semua
pulau, terutama Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Spesies pohon rawa misalnya
adalah nyatoh (Palaquium leiocarpum), kempas (Koompassia spp),
dan ramin (Gonystylus spp).
Berdasarkan pemanfaatan lahanLuas hutan Indonesia terus menciut, sebagaimana diperlihatkan oleh tabel berikut: Luas Penetapan Kawasan Hutan oleh Departemen Kehutanan Tahun Luas (Hektar) 1950 162,0 juta 1992 118,7 juta 2003 110,0 juta 2005 93,92 juta
Berdasarkan hasil penafsiran citra satelit, kawasan hutan Indonesia yang mencapai 93,92 juta hektar pada 2005 itu dapat dirinci pemanfaatannya sebagai berikut:
1. Hutan
tetap : 88,27 juta ha
2. Hutan
konservasi : 15,37 juta ha
3. Hutan
lindung : 22,10 juta ha
4. Hutan
produksi terbatas : 18,18 juta ha
5. Hutan
produksi tetap : 20,62 juta ha
6. Hutan
produksi yang dapat dikonversi : 10,69 juta ha.
7. Areal
Penggunaan Lain (non-kawasan hutan) : 7,96 juta ha.
Lahan hutan terluas ada di Papua (32,36 juta ha), diikuti berturut-turut
oleh Kalimantan (28,23 juta ha), Sumatera (14,65 juta ha), Sulawesi (8,87 juta
ha), Maluku dan Maluku Utara (4,02 juta ha), Jawa (3,09 juta ha), serta Bali
dan Nusa Tenggara (2,7 juta ha).Kebakaran liar
Kebakaran hutan, kebakaran vegetasi, atau kebakaran semak, adalah sebuah kebakaran yang terjadi di alam liar, tetapi juga dapat memusnahkan rumah-rumah dan lahan pertanian disekitarnya. Penyebab umum termasuk petir, kecerobohan manusia, dan pembakaran.
Musim kemarau dan pencegahan kebakaran hutan kecil adalah penyebab utama kebakaran hutan besar.
Kebakaran hutan dalam bahasa Inggris berarti "api liar" yang berasal dari sebuah sinonim dari Api Yunani, sebuah bahan seperti-napalm yang digunakan di Eropa Pertengahan sebagai senjata maritime
Statistik
·
Jumlah luas hutan yang terbakar setiap tahunnya
sekitar:
·
Perancis: 21.100 hektar (211 km², 52.140 acres,
81 mile² ; 0,04% Perancis
·
Portugal:
·
1991 : 182.000 ha (1.820 km², 449.732 acres, 703
mile²; 2% wilayah negara)
·
2003 : 424.900 ha (4.249 km², 1,05 juta acres,
1.641 mile²; 4,6% wilayah negara; 20 meninggal)
·
2004 : 120.530 ha (1.205,3 km², 297.836 acres,
465 mile²; 1,3% wilayah negara)
·
2005: 286.400 ha (2.864 km², 707.668 acres,
1.106 mile²; 3.1% wilayah negara; 17 meninggal)
·
Amerika Serikat: 1,74 juta hektare (17.400 km²,
4,3 juta acres, 6.718 mile²; 0,18% wilayah negara)
·
Indonesia - Sumber data: sebelum 1997 dari Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) dan Canadian International Development
Agency (CIDA) - Collaborative Environmental Project in Indonesia (CEPI). Data
1997/1998 dari Asian Development Bank (ADB) . Data 1999-2005 berasal dari
Departemen Kehutanan Indonesia.
·
1982 dan 1983: 3,6 juta hektare ( 36.000 km²,
8,9 juta acres, 13.900 mile²).
·
1987: 49.323 hektare ( 492 km², 121.880 acres,
190 mile²).
·
1991: 118.881 hektare (1.189 km², 293.761 acres,
459 mile²).
·
1994: 161.798 hektare (1.618 km², 399.812 acres,
625 mile²).
·
1997 dan 1998: 9,8 juta hektare ( 97.550 km²,
24,1 juta acres, 37.664 mile²). Sumber data dari ADB.
·
1999: 44.090 hektare (441 km², 108.989 acres,
170 mile² ).
·
2000: 8.255 hektare ( 83 km², 20.399 acres, 32
mile²).
·
2001: 14.351 hektare (144 km², 35.462 acres, 55
mile²).
·
2002: 36.691 hektare (367 km², 90.665 acres, 142
mile²).
·
2003: 3.745 hektare ( 37 km², 9.254 acres, 14
mile²).
·
2004: 13.991 hektare (140 km², 34.573 acres, 54
mile²).
·
2005: 13.328 hektare (133 km², 32.934 acres, 51
mile²).
Penyebab
Penyebab Kebakaran hutan, antara lain:
·
Sambaran petir pada hutan yang kering karena
musim kemarau yang panjang.
·
Kecerobohan manusia antara lain membuang puntung
rokok sembarangan dan lupa mematikan api di perkemahan.
·
Aktivitas vulkanis seperti terkena aliran lahar
atau awan panas dari letusan gunung berapi.
·
Tindakan yang disengaja seperti untuk
membersihkan lahan pertanian atau membuka lahan pertanian baru dan tindakan
vandalisme.
·
Kebakaran di bawah tanah/ground fire pada daerah
tanah gambut yang dapat menyulut kebakaran di atas tanah pada saat musim
kemarau.
Dampak
Dampak yang ditimbulkan dari kebakaran liar antara lain:
1. Menyebarkan
emisi gas karbon dioksida ke atmosfer.
Kebakaran hutan pada 1997
menimbulkan emisi / penyebaran sebanyak 2,6 miliar ton karbon dioksida ke
atmosfer (sumber majala Nature 2002). Sebagai perbandingan total emisi karbon
dioksida di seluruh dunia pada tahun tersebut adalah 6 miliar ton.
2. Terbunuhnya
satwa liar dan musnahnya tanaman baik karena kebakaran, terjebak asap atau
rusaknya habitat. Kebakaran juga dapat menyebabkan banyak spesies endemik/khas
di suatu daerah turut punah sebelum sempat dikenali/diteliti.
3. Menyebabkan
banjir selama beberapa minggu di saat musim hujan dan kekeringan di saat musim
kemarau.
4. Kekeringan
yang ditimbulkan dapat menyebabkan terhambatnya jalur pengangkutan lewat sungai
dan menyebabkan kelaparan di daerah-daerah terpencil.
5. Kekeringan
juga akan mengurangi volume air waduk pada saat musim kemarau yang
mengakibatkan terhentinya pembangkit listrik (PLTA) pada musim kemarau.
6. Musnahnya
bahan baku industri perkayuan, mebel/furniture. Lebih jauh lagi hal ini dapat
mengakibatkan perusahaan perkayuan terpaksa ditutup karena kurangnya bahan baku
dan puluhan ribu pekerja menjadi penganggur/kehilangan pekerjaan.
7. Meningkatnya
jumlah penderita penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan kanker
paru-paru. Hal ini bisa menyebabkan kematian bagi penderita berusia lanjut dan
anak-anak. Polusi asap ini juga bisa menambah parah penyakit para penderita
TBC/asma.
8. Asap
yang ditimbulkan menyebabkan gangguan di berbagai segi kehidupan masyarakat
antara lain pendidikan, agama dan ekonomi. Banyak sekolah yang terpaksa
diliburkan pada saat kabut asap berada di tingkat yang berbahaya. Penduduk
dihimbau tidak bepergian jika tidak ada keperluan mendesak. Hal ini mengganggu
kegiatan keagamaan dan mengurangi kegiatan perdagangan/ekonomi. Gangguan asap
juga terjadi pada sarana perhubungan/transportasi yaitu berkurangnya batas pandang.
Banyak pelabuhan udara yang ditutup pada saat pagi hari di musim kemarau karena
jarak pandang yang terbatas bisa berbahaya bagi penerbangan. Sering terjadi
kecelakaan tabrakan antar perahu di sungai-sungai, karena terbatasnya jarak
pandang.
9. Musnahnya
bangunan, mobil, sarana umum dan harta benda lainnya.
Pengawahutanan
Pengawahutanan atau penghilangan hutan atau penggundulan hutan atau deforestasi adalah kegiatan penebangan hutan atau tegakan pohon (stand of trees) sehingga lahannya dapat dialihgunakan untuk penggunaan nir-hutan (non-forest use), yakni pertanian, peternakan atau kawasan perkotaan.Istilah 'pengawahutanan' sering disalahartikan untuk menggambarkan kegiatan penebangan yang semua pohonnya di suatu daerah ditebang habis. Namun, di daerah beriklim ugahari yang cukup lengas (temperate mesic climate), penebangan semua pohon—sesuai dengan langkah-langkah pelaksanaan kehutanan yang berkelanjutan (sustainable forestry)—tepatnya disebut sebagai 'panen permudaan' (harvest regeneration). Di daerah tersebut, permudaan alami oleh tegakan hutan biasanya tidak akan terjadi tanpa gangguan, baik secara alami maupun akibat manusia. Selain itu, akibat dari panen permudaan seringkali mirip dengan gangguan alami, termasuk hilangnya keanekaragaman hayati (biodiversity) setelah perusakan hutan hujan (rainforest) yang terjadi secara alami.
Pengawahutanan dapat terjadi karena pelbagai alasan: pohon atau arang yang diperoleh dari hutan dapat digunakan atau dijual untuk bahan bakar atau sebagai kayu saja, sedangkan lahannya dapat dialihgunakan sebagai padang rumput untuk ternak, perkebunan untuk barang dagangan (commodity), atau untuk permukiman (settlement). Penebangan pohon tanpa penghutanan kembali (reforestation) yang cukup dapat merusak lingkungan tinggal (habitat), hilangnya keanekaragaman hayati dan kegersangan (aridity). Penebangan juga berdampak buruk terhadap penyitaan hayati (biosequestration) karbon dioksida dari udara. Daerah-daerah yang telah ditebang habis biasanya mengalami pengikisan tanah yang parah dan sering menjadi gurun.
Pengabaian atau ketidaktahuan nilai hakiki (intrinsic value), kurangnya nilai yang terwariskan (ascribed value), kelengahan dalam pengelolaan hutan dan hukum lingkungan yang kurang memadai merupakan beberapa alasan yang memungkinkan terjadinya pengawahutanan secara besar-besaran. Banyak negara di dunia mengalami pengawahutanan terus-menerus, baik secara alami maupun akibat manusia. Pengawahutanan dapat menyebabkan kepunahan, perubahan iklim, penggurunan (desertification), dan ketersingkiran penduduk semula. Perubahan tersebut juga pernah terjadi pada masa lalu dan dapat dibuktikan melalui penelitian rekaman sisa purba (fossil record).
Akan tetapi, angka pengawahutanan bersih sudah tidak lagi meningkat di antara negara-negara dengan PDB per kapita yang sedikitnya AS$4.600.
Penyebab
Banyak pengawahutanan pada masa kini terjadi karena penyelewengan kuasa pemerintahan (political corruption) di kalangan lembaga pemerintah, ketidakadilan dalam pembagian kekayaan (wealth) dan kekuasaan, pertumbuhan penduduk dan ledakan penduduk (overpopulation), maupun pengkotaan (urbanization). Kesejagatan (globalization) seringkali dipandang sebagai akar penyebab lain yang mengakibatkan pengawahutanan, meskipun ada pula dampak baik dari kesejagatan (datangnya tenaga kerja, modal, barang dagangan dan gagasan baru) yang telah menggalakkan pemulihan hutan setempat.
Pada tahun 2000, Perhimpunan Pangan dan Pertanian (FAO) menemukan bahwa "peran keberubahan penduduk (population dynamics) dalam keadaan setempat dapat berubah-ubah dari sangat berpengaruh hingga tidak berpengaruh sama sekali," dan pengawahutanan dapat terjadi karena "tekanan penduduk dan kemandekan keadaan ekonomi (stagnating economic conditions), masyarakat maupun teknologi.
Terjadinya kemerosotan lingkungan alam hutan (forest ecosystem) juga dapat berakar dari dorongan-dorongan ekonomi yang menonjolkan keuntungan pengalihgunaan hutan daripada pelestarian hutan. Banyak kegunaan hutan yang penting tidak ada pasaran, maka dari itu, tidak ada nilai ekonomi yang bermanfaat bagi para pemilik hutan atau masyarakat yang bergantung pada hutan untuk kesejahteraan mereka. Dari sudut pandang negara berkembang, hilangnya manfaat hutan (sebagai penyerap karbon (carbon sink) atau cagar keanekaragaman hayati (biodiversity reserve)), ketika sebagian besar sisa pohonnya dikirim ke negara-negara maju, merupakan hal yang tidak adil karena tidak ada imbalan yang cukup untuk jasa tersebut. Negara-negara berkembang merasa beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat, telah mendapatkan banyak manfaat dengan menebang hutannya sendiri berabad-abad yang lalu, dan adalah hal yang munafik apabila negara-negara maju tidak membiarkan negara-negara berkembang dengan kesempatan yang sama: bahwa negara miskin tidak harus menanggung biaya pelestarian karena negara kayalah yang telah menciptakan masalahnya.
Para pakar tidak sepakat bahwa pembalakan (logging) besar-besaran bagi perdagangan memainkan peran penting bagi pengawahutanan sejagat (global deforestation). Beberapa pakar berpendapat bahwa orang miskin lebih cenderung menebangi hutan karena mereka tidak punya jalan keluar yang lain. Ada juga yang berpendapat bahwa masyarakat miskin tidak mampu membayar bahan dan tenaga kerja yang diperlukan untuk menebang hutan. Hasil dari salah satu pengkajian pengawahutanan menyatakan bahwa hanya 8% penebangan hutan beriklim panas terjadi karena peningkatan jumlah penduduk oleh angka kesuburan yang tinggi (high fertility rate).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar